Filsafat - Sarana Berfikir Ilmiah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana berfikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan metode ilmiah. Untuk dapat berfikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Oleh karena itu, kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus di dukung oleh penguasaan sarana berfikir yang baik pula.
1.2  Rumusan Masalah
a.    Apa yang dimaksud sarana berfikir ilmiah?
b.    Apa saja sarana berfikir ilmiah itu?
c.    Mengapa harus ada sarana berfikir ilmiah?
1.3  Tujuan
a.    Untuk mengetahui cara memecahkan permasalahan kita sehari-hari
b.    Untuk mengembangkan materi dan pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.
c.    Untuk mengembangkan pola pikir manusia.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Sarana Berfikir Ilmiah
Penguasaan sarana berfikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau dengan perkataan lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan dengan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana befikir ilmiah ini dalam proses pendidikan kita merupakan bidang studi tersendiri, artinya kita mempelajari sarana berfikir ilmiah ini seperti mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini, kita harus mempelajari dua hal, yaitu:
  1. Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah bukan merupakan ilmu pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Secara tuntas dapat dikatakan bahwa bahwa sarana berfikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan metode ilmiah.
  2. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Lebih sederhana lagi, sarana berfikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilmu itu sendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika, statistika. Bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berfikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berfikir deduktif dan induktif. Matematika mempunyai pernanan yang penting dalam berfikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif
2.2  Bahasa
Pertama-tama bahasa dapat kita cirikan serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi. Sebenarnya bukan hanya bunyi melainkan alat-alat yang umpamanya dengan memakai berbagai isyarat.
Kedua bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Bahasa terus berkembang karena disebabkan pengalaman dan pemikiran manusia yang juga berkembang. Bahkan bahasa diperkaya oleh seluruh lapisan masyarakat yang mengunakan bahasa tersebut. Seperti para ilmuwan, pendidik, ahli politik dan anak-anak remaja. Adanya lambang-lambang ini memungkinkan manusia dapat berfikir dan belajar dengan lebih baik.
Dengan bahasa bukan saja manusia dapat berfikir secara teratur, namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Tidak hanya itu saja, dengan bahasa kita dapat mengekspresikan sikap dan perasaan kita. Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia, yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Berbeda dengan binatang, maka manusia mengatur pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi kepada manusia simbolik. Bila binatang hidup degan naluri mereka dan hidup dari waktu ke waktu berdasarkan fluktuasi biologis dan psikologis mereka maka manusia mencoba menguasai semua ini untuk mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas maka seseorang harus menguasai tata bahasa yang baik. Hal ini berlaku baik bagi kegiatan ilmiah maupun non ilmiah. Tata bahasa menurut Charlton Laird merupakan alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan emosi dengan menggunakan aturan-atuaran tertentu. Penguasaan tata bahasa dengan baik merupakan syarat mutlak bagi suatu komunikasi ilmiah yang benar.
2.3  Beberapa Kekurangan Bahasa
Kekurangan ini pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi, yakni sebagai sarana komunikasi emotif, efektif, dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah kita ingin mempergunakan aspek simbolik saja dari ketiga fungsi tersebut tadi, dimana kita ingin mengkomunikasikan informasi tanpa kaitan emotif dan efektif. Dalam kenyataan hal ini tidak mungkin, bahasa verbal mau tidak mau tetap mengandung ketiga unsur yang bersifat emotif, efektif dan simbolik. Inilah salah satu kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah. Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung kata-kata yang membangun bahasa. Kekurangan yang ketiga konotasi yang bersifat emosional seperti telah kita bicarakan pada bagian terdahulu.
Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para ahli filsafat modern. Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgensten disebabkan kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa. Maka bahasa bukan saja merupakan alat berfilsafat dan berfikir namun juga merupakan bahan dasar dan dalam hal tertentu merupakan hasil akhir dari filsafat.
2.4  Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artificial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Yang paling sukar untuk menjelaskan kepada seseorang yang baru belajar matematika.
Matem`tika adalah bahasa yang telah berusaha untuk menghilangkan sifat kubur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artificial dan individual yang merupakan perjanjian kita.
2.5  Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.
2.6  Matematika Sarana Berfikir Edukatif
Deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Contoh, untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga, kita mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut yang dibentuk kedua garis tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis yang kedua adalah bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180o.
Kedua premis ini kemudian diterapkan dalam berfikir deduktif untuk menghitung jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga. Dalam hal ini kita melihat bahwa dalam segitiga (misalnya Segitiga ABC) kalau kita tarik garis P melalui titik A yang sejajar dengan BC maka pada titik A didapatkan 3 sudut yakni α1, α2, α3. Yang ketiga-tiganya membentuk garis lurus, sedangkan berdasarkan premis kedua yang mengatakan bahwa jumlah sudut dalam sebuah garis lurus adalah 180o. dengan demikian maka secara deduktif dapat dibuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga adalah 180o. Jadi dengan contoh diatas secara deduktif matematika menemukan pengetahuan yang ditentukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis yang tertentu, pengetahuan yang didapatkan secara deduktif ini sungguh sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan.
2.7  Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya, maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap sistematika, komparatif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematika, ilmu mulai menggolong-golongkan objek empiris dalam kategori-kategori tertentu. Tahap yang kedua kita mulai melakukan perbandingan antara objek yang satu dengan objek yang lain, kategori yang satu dengan kategori yang lain dan seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara berbagai objek yang kita kaji. Tahap selanjutnya adalah tahap kuantitatif dimana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan malainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari objek yang kita selidiki. Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi matematika. Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.
Giffits dan Howson (1974) membagi sejarah perkembangan menjadi:
  1. Dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika digunakan dalam perdagangan, pertanian, pembangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir.
  2. Perkembangan matematika terjadi di timur dimana pada sekitar tahun 1000 bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar.

2.8  Matematika dan Peradaban
Matematika dapat dikatakan sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun S.M. bangsa Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang melambangkan angka-angka. Para pendeta mereka merupakan ahli matematika yang pertama yang melakukan pengukuran pasang surutnya sungai Nil dan meramalkan timbulnya banjir seperti apa yang sekarang kita lakukan di abad ke-20 di kota Metropolitan Jakarta.
Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia. Penduduk kota yang pertama adalah makhluk yang berbicara kata lancelot hogben dan  penduduk kota kurun teknologi ini adalah makhluk yang berhitung yang hidup dalam jaringan angka-angka.
2.9  Statistika
Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu.Statistik merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama. Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Suatu contoh, jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata umur 10 tahun di Indonesia? Untuk mengetahi persoalan ini statistika memberikan sebuah jalan keluar yaitu dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan hanya mengamati sebagian dari populasi yang bersangkutan. Jadi untuk mengatahuinya dapat dilakukan hanya dengan melakukan pengukuran terhadap sebagain anak saja, tentu saja penarikan kesimpulan ini ditarik berdasarkan contoh (sample) dari populasi yang bersangkutan. Yang perlu kita garis bawahi bahwa asas statistika itu adalah makin banyak atau besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian dari penarikan kesimpulan itu. Dengan demikian ststistika mampu memberikan tingkat ketelitian yang lebih kuantitatif dan akurat.
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan atau konklusi bahwa sarana berfikir ilmiah itu tidak lepas dari beberapa komponen dasar yaitu:
a.    Bahasa, yaitu alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain.
b.    Matematika, yaitu alat atau cara berfikir sebagai proses untuk pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada perhitungan yang kebenarannya telah ditentukan.
c.    Statistika, merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan secara induktif  dan secara lebih seksama.
3.2    Saran
Adalah hakikat dari manusia itu sendiri yang penuh dengn ketidaksempurnaan. Begitu juga dengan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan karena ini adalah sebuah usaha yang manusiawi. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu. Jakarta: CV. Mulia Sari.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuan Kurikulum

Pendidikan Agama Islam Masa Dinasti Abbasiyah

SPPKB