Pendidikan Agama Islam Masa Dinasti Abbasiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya
dengan kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa
mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa STAI Syarifuddin
Wonorejo Kedung Jajang Lumajang untuk tidak hanya sekedar paham sains tapi juga
paham akan sejarah peradaban Islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil
ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui
setelah tumbangnya kepemimpinan masa Khulafaurrasyidin maka berganti pula
sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa Dinasti, dan dalam makalah
ini akan disajikan sedikit tentang masa Dinasti Abbasiyah.
Dinasti Abbasiyah merupakan Dinasti Islam yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja
para pakar pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam beserta ilmuwan yang berpengaruh pada masa Dinasti
Abbasiyah.
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah
ini, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaiamana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2.
Bagaiamana perkembangan pendidikan agama Islam
pada masa Dinasti Abbasiyah?
3.
Bagaiamana perkembangan ilmu-ilmu non keislaman pada
masa Dinasti Abbasiyah?
4.
Lembaga pendidikan apa saja yang ada pada masa
Dinasti Abbasiyah?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, tujuan penulisan makalah
ini adalah mendeskripsikan tentang:
1.
Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.
2.
Perkembangan pendidikan agama Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah.
3.
Perkembangan ilmu-ilmu non keislaman pada masa Dinasti
Abbasiyah.
4.
Lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti
Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
diawali dengan dua strategi, yaitu: pertama,
dengan system mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia. Kedua, dilanjutkan dengan
terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Dinasti
Abbasiyah yang berlanjut dengan peperangan melawan Dinasti Umawiyah. Dari dua
strategi yang diterapkan oleh Muhammad bin Al-‘Abasy dan kawan-kawannya sejak
akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Dinasti
Abbasiyah.
Pendirian Dinasti
Abbasiyah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi memerlukan tenaga
dan usaha-usaha yang sampai mengorbankan nyawa dalam jumlah yang tidak sedikit.
Hal ini bias dilihat dari peperangan yang terjadi antara Dinasti Umawiyah dan
pendukung berdirinya Dinasti Abbasiyah seperti peristiwa 11 Jumadil al-Akhirah
132 H dalam waktu itu terbunuh 300 orang dari Dinasti Umawiyah dan termasuk
Ibrahim bin al-Walid bin Abdil Malik saudara dari Yazid. Seperti dikatakan:
terbunuhnya Marwan bin Muhammad malam Ahad 3 Dzulhijjah 132 H dan dikirim
kepalanya kepada Asyafah di Kuffah dan berakhirlah Dinasti Umawiyah dengan
kematiannya pada usia 65 tahun 9 bulan dan beberapa hari.[1]
Faktor-faktor pendorong
berdirinya Dinasti Abbasiyah dan penyebab suksesnya antara lain:
1.
Banyak terjadi perselisihan antara intern bani
Umawiyah pada dekade terakhir pemerintahannya, hal ini diantara penyebabnya
adalah memperebutkan kursi kekhalifahan dan harta.
2.
Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir
pemerintahan Bani Umawiyah, seperti khalifah Yazid bin Walid lebih kurang
memerintah sekitar 6 bulan.
3.
Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu
orang seperti yang di kerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan
Abdullah dan Ubaidillah sebagai putra mahkota.
4.
Bergabungnya sebagai afrad keluarga Umawi kepada madzhab-madzhab agama yang tidak benar
menurut syari’ah, seperti al-Qadariyah.
5.
Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir
pemerintahan Bani Umawiyah.
6.
Kesombongan pembesar-pembesar Bani Umawiyah pada
akhir pemerintahannya.
7.
Timbulya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab).[2]
B. Perkembangan Pendidikan Agama Islam pada
Masa Dinasti Abbasiyah
Pengaruh
dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan,
membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan agama. Dinasti
Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik
dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti abbasiyah telah menyiapkan
segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah
pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti baitul hikmah, majelis
munadzarah dan pusat-pusat study lainnya. Pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan
antara lain:
a.
Ilmu Hadis
Dalam bidang ilmu hadits, penulisan hadis
juga berkembang pesat pada masa bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan
oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan
para pencari dan penulis hadis bekerja, dan hadis merupakan sumber hukum
kedua setelah Al-Qur’an.
Diantara tokoh yang terkenal di bidang
ini adalah:
1.
Imam Bukhari,
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah al-Bukhari. Beliau lahir di Bukhara tahun
810 M dan meninggal di Khartanah tahun 870 M. Hasil karyanya yaitu kitab
al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari, at-Tarikh as-Sagir, at-Tarikh al-Ausat, Tafsir
al-Musnad al-Kabir, Kitab al-Illal, Kitab ad-Duafa, Asami as-Sahab, dan Kitab
al-Kura.
2.
Imam Muslim
Nama lengkapnya adalah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi
an-Nisaburi. Beliau lahir di Nisabur tahun 817 M dan meninggal tahun 875 di
kota yang sama. Dalam rawi hadits, Imam Bukhari dan Imam Muslim sering disebut Syaikhani
(Dua Syekh). Hasil karyanya yaitu kitab al-Jami’ al-shahih al-muslim. Para
ulama’ menempatkan kitab Sahih Muslim pada peringkat kedua sesudah Sahih
Bukhari.
3.
Ibnu Majjah
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid
ar-Raba’I al-Qazwani. Majah adalah gelar bagi Yazid. Beliau lahir di Irak pada
tahun 824 M dan meninggal pada tahun 887 M. Karya beliau dalam bidang hadits
adalah Suna Ibnu Majah.
4.
Abu Daud
Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-asy’as bin
Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi as-Sijistani. Beliau
lahir di Bagdad pada tahun 817 M dan wafat di Basra pada tahun 888 M. Abu Dawud
menulis kitab hadits, yaitu Sunan Abu Dawud.
5.
At-Tirmidzi
Nama lengkapnya adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah
bin Musa bin Da Dahlat as-Sulami al-Bugi. Beliau lahir di Termez, Tajikistan
pada tahun 209 H dan meninggal pada tahun 279 H ditempat yang sama. Dalam
bidang hadits, at_Tirmizi adalah murid Imam Bukhari. Pendapat Imam Bukhari
tentang nilai hadits sering ditampilkan dalam karyanya, Sunan at-Tirmizi.
6.
An-Nasa’i[3]
Nama lengkaanya adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr bin
sinan. Beliau lahir di Nasa’, Khurasan pada tahun 830 M dan meninggal di
Damaskus pada tahun 915 M. An-Nasa’I menulis beberapa kitab, as-Sunan al-Kubra,
as-Sunan al-Mujtaba’, Kitab Tamyiz, Kitab ad-Du’afa’, Khasa’is Amirul Mu’minin
Ali bin Abi thalib, Musnad Ali, dan Musnad Malik.
b.
Ilmu Tafsir
Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah
dikenal dua metode penafsiran, Pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu,
interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para
sahabatnya. Kedua, tafsir bial-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak
bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat.
Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan
tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional),
sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan. Diantara tokoh-tokoh mufassir adalah imam al-Thabary, al-sud’a
muqatil bin Sulaiman.
c.
Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada
pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat
ini. Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah.
Pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya di
pengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, kota yang berada di
tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai
tingkat kemajuan yang lebih tinggi, karena itu mazhab ini lebih banyak
menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis. Imam Abu Hanifah menyusun
kitab musnad al-Imam al-a’dzam atau fiqih al-akbar. Muridnya dan sekaligus
pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qodhi Al-Qudhal dizaman Harun Al-Rasyid.
Berbeda dengan Abu Hanifah, imam Malik
(713-795 M) banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat madmah. Imam
Malik menyusun kitab al-muwatha’. Pendapat dua tokoh mazhab hukum ditengahi
oleh imam Syafi’i (767-820 M) dan imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M). Imam
Syafi’i menyusun kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid dan imam Ibnu Hambal menyusun kitab al musnad
ahmad bin hambal.
Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut,
pada masa pemerintahan bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang
mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula, akan
tetapi karena pengikutnya tidak berkembang pemikiran dan mazhab itu
hilang bersama berlalunya zaman. Aliran teologi sudah ada sejak masa bani
Umayah, seperti khawarij, murji’ah, dan mu’tazilah, akan tetapi perkembangan
pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional mu’tazilah muncul diujung
pemerintahan bani Umayah. Namun pemikirannya yang sudah kompleks dan sempurna
baru dirumuskan pada masa pemerintahan bani Abbas periode pertama.
d.
Ilmu Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak
pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim
mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf.
Ilmu tasawuf adalah ilmu hakekat yang pada intinya mengajarkan penyerahan
diri kepada tuhan, meninggalkan kesenangan dunia dan hidup menyendiri untuk
beribadah kepada Allah. Ilmu ini banyak berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat Islam setelah serangan bangsa Mongol dan hancurnya pusat peradaban
islam Bagdad. Praktek mistik ajaran agama lain. Sehingga disana ditemukan
adanya penyimpangan ajaran. Begitupun soal taqlid, karena masyarakat Islam
tidak mau berijtihad lagi, akhirnya terikat dengan ajaran para tokoh sebelumnya
dan bertaqlid buta. Bersamaan dengan lahirnya ilmu tasawuf pada zaman Dinasti
Abbasiyah, muncul pula ahli-ahli dan ulama’-ulama’nya, di antara mereka itu
adalah:
1. Al Qusyairi yaitu abu kasim Abdul Karim
bin Hawazin al Qusyairi, wafat tahun 465 H. Kitab tasawuf yang terkenal ”Ar
Risalatul Qusyairi”.
2. Syahabuddin, yaitu Abu Hafas Umar bin
Muhammad Syahabuddin Sahrawardy, wafat di Bagdad tahun 632 H. Kitab tasawufnya
”Awaritul Ma’arif”.
3. Imam Ghazali, yaitu Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad Al Ghazali lahir di Thus dalam abad ke V H. Meninggal pada tahun 502
H. Dalam Fiqh menganut mazhab Syafi’i, beliau membawa aliran baru dalam dunia
tasawuf dengan kitabnya Ihya Ulumuddin.
4. Dzu al-Nun Al-Mishri, ia dilahirkan di
Mesir pada tahun 190-an Hijriah, dikenal sebagai pengkritik prilaku ahli
hadis-Ulama fiqh, Hadis, dan teologi- yang dinilai mempunyai perselingkuhan
dengan duniawi, sebuah kritikan yang membuat para Ahlu al-Hadist kebakaran
jenggot dan mulai menyebut al-Mishri sebagai Zindiq, pada tingkat penolakan
yang kuat oleh ahlu al-hadist membuat ia memutuskan untuk pergi ke Baghdad yang
saat itu dipimpin oleh khalifah al-Mutawakkil, setelah ia diterima oleh
khalifah dan dikenal dalam lingkungan istana, pihak Mesir pun menjadi segan
kepadanya, al-Mishri dikenal sebagai orang pertama yang mengenalkan maqamat
dalam dunia sufi dan telah dikenal sebagai sufi yang dikenal luas oleh para
peneliti tasawuf. Pemikirannya menjadi permulaan sistematisasi perjalanan
ruhani seorang sufi. Ia meninggal pada tahun 245 H di Qurafah Shugra dekat
Mesir.
5. Surri al-Saqathi pada 253 H, ia
mengenalkan uzlah-uzlah yang sebelumnya hanya dikenal sebagai tindakan
menyendiri secara personal, dikembangkan al-Saqathi menjadi “uzlah kolektif”,
uzlah yang ditujukan untuk menghindari kehidupan duniawi yang melenakan ataupun
kehidupan duniawi yang penuh degan pertentangan, intrik dan pertumpahan darah.
Pada masa-masa diatas telah mulai dikenal istilah sufi di beberapa kalangan,
sebuah sebutan bagi mereka yang menghindari secara ketat terhadap kesenangan
duniawi dan memilih untuk memfokuskan diri pada perkara uhkrawi (kelak konsep
uzlah inilah yang banyak dianut oleh tasawuf sunni dikemudian hari).
6. Abu
Yazid al-Bustami pada 260 H/873 M, seorang sufi Persia yang mulai mengenalkan
konsep ittihad atau penyatuan asketis dengan Tuhan, penyatuan tersebut
menurutnya dilalui dengan beberapa proses, mulai fana’ dalam dicinta, bersatu
dengan yang dicinta, dan kekal bersamanya. Wajar jika al-Bistami dianggap oleh
Nicholson sebagai pendiri tasawuf dengan ide orisinil tentang wahdatul wujud di
timur sebagaimana theosofi yang meruapakan kekhasan pemikiran Yunani. Pengaruh
Abu Yazid saat itu sangat luas bukan hanya di dunia muslim tapi menembus hingga
batas-batas agama. Tapi tentu ungkapan-ungkapan al-Bistami telah menghadirkan
pertentangan dengan Ulama’ Hadis, mereka mengcam pandangan-pandangan pantheisme
al-Bistami yang di anggap sesat.
7. Al-Junaidi pada 297 H/909 M hadir dengan
coba mengkompromikan tasawuf dengan syariat, hal ini ia lakukan setelah melihat
banyaknya pro-kontra antara sufi dan ahlu al-hadis di masanya, lagi pula
al-Junaid juga mempunyai basik sebagai seorang ahli hadis dan fiqh. Dengan
apa yang dilakukannya, al-Junaid berharap kalangan ortodoksi Islam tidak
menghakimi kaum tasawuf sebagai kaum yang sesat. Dan rupanya al-Junaid
berhasil, minimal ia telah mengubah cara pandang kalangan ortodoksi terhadap
tasawuf.
8. Al-Kharraj
(277 H) yang juga menelurkan karya-karya kompromistis antara ortodoksi Islam
dan tasawuf.
9. Al-Hallaj, murid al-Junaid yang hidup pada
244-309 H/858-922 M hadir dengan lebih berani dan radikal, sufi yang juga
pernah berguru pada para guru sufi di bashra ini hadir dengan konsep hulul
yaitu konsep wahdatul wujud dalam versi yang lain, jika al-Bistami memulainya
dengan fana’ fillah, maka al-Hallaj mengemukakan pemikiran al-hulul yang
berangkat dari dua sifat yang dipunyai manusia yaitu nasut dan lahut dengan
cara mengosongkan nasut dan mengisinya dengan sifat lahut maka manusia bisa
ber-inkarnasi dengan Allah atau yang terkenal dengan istilah hulul, dan
seterusnya. Al-Hallaj tidak memakai tedeng aling-aling dalam menceritakan
pengalaman spiritualnya dalam khalayak umum, baginya yang ada hanyalah Allah,
tidak ada sesuatu pun yang harus ditutupi dari sebuah kebenaran, baginya
kecintaan pada Allah dan “persetubuhan” dengan Allah dapatlah diraih, bahkan
saat al-Hallaj dipasung ia sempat berkata,”Ya Allah ampunilah mereka yang tidak
tahu, seandainya mereka tahu tentu mereka tidak akan melakukan hal ini”.
Para sufi-sufi diatas kemudian diklasifikasikannya sebagai sufi falsafi dan
sufi amali akhlaqi, diantara yang termasuk tasawuf falsafi adalah al-Hallaj,
al-Farabi, dan al-Bistami, dan diantara yang menganut tasawuf amali adalah
al-Junaid dan al-Kharraj. Kaum falsafi biasanya diidentikkan dengan konsep sakr
(kemabukan) dan isyraqiyah (pancaran), adapun tasawuf amali atau akhlaqi
biasanya diknal dengan konsep sahw (ketenangan hati) dan zuhd.
C. Perkembangan Ilmu-Ilmu Non Keislman pada
Masa Dinasti Abbasiyah
Bidang-bidang ilmu
pengetahuan umum yang berkembang antara lain:
a.
Filsafat (Philosophia)
Proses
penerjemahan yang dilakukan umat Islam pada masa dinasti bani abbasiyah
mengalami kemajuan cukup besar. Para penerjemah tidak hanya menerjemahkan ilmu
pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, Syuria tetapi
juga mencoba mentransfernya ke dalam bentuk pemikiran.
Filsafat
adalah induk Ilmu pengetahuan. Dari Filsafat berkembang ilmu-ilmu lain yang
sangat dibutuhkan oleh manusia, sebab dengan adanya Filsafat, ilmu-ilmu
tersebut mempunyai nilai radikalisme, hikmah dan bukan hanya pada karya
kulitnya saja. Jika dikronologikan, maka derajat kebenaran dari hasil pemikiran
adalah terletak pada kebenaran Ilmu, kebenaran Filsafat dan kebenaran yang
tidak terbantahkan adalah kebenaran Agama.
Melihat
fungsi Filsafat bagi umat Islam, maka para pakar keilmuan Islam di samping
memahami Filsafat, ia juga seorang ulama yang sangat disegani kedalaman
ilmunya, misalnya Imam Al Gazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Thufail. Di samping itu, di
antara mereka ada yang sangat menguasi ilmu-ilmu umum, misalnya kedokteran
(Ibnu Shina). Tokoh-tokoh Filsafat yang ilmu dan pemikirannya sampai kepada
kita, misalnya adalah:
1.
Abu Ishak Al
Kindi (194 – 260 H / 809 – 873 M), buku karangannya sebanyak 236 judul.
2.
Abu Nasr Al Farabi (wafat 390 H / 916 M dalam
usia 80 tahun) – orang Eropa menyebutnya dengan Al Pharabius. Karangannya yang
masih tinggal ada 12 judul.
3.
Ibnu Bajjah (wafat tahun 523 H).
4.
Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H).
5.
Ibnu Shina atau Avicena (370 – 428 H/980 – 1037
M), buku karangannya adalah Shafa (18 Jilid) Najaaat, Qonun, Sadidia (5 jilid),
Danes Names, Najmul Hikmah (10 Jilid) dam Al Qonun Fi At Thib.
6.
Al Gazali (450 – 505 H/1058 – 1101 M), buku
karangannya sejumlah 70 jilid, diantaranya adalah Al Munqidz minadl Dlalal,
Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin, Al Wajiz, Miyazul Ilmu dan
Maqosidul Falasifah.
7.
Ibnu Rusyd atau Avveroes (520 – 595 H/1126 –
1198 M) bukunya antara lain Mabadiul Falasifah, Kulliyat, Thahafutut Thahafut,
Tafsir Urjuza, Kasful Afillah, Bidayatul Mujtahid.
b.
Ilmu Kalam
Menurut
A. Hasimy lahirnya ilmu kalam karena dua faktor: pertama, untuk membela Islam
dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk masalah
agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh
ilmu kalam yaitu: Wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan
lain-lain.
c.
Ilmu Kedokteran
Ilmu
kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat
pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu telan didirikan apotek pertama di
dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Ilmu Kedokteran berasal dari
Yunani dan dibawah ke dunia Islam oleh Sarjis Resh-Aini tahun 536. Perkembangan
ilmu kedokteran di bagi menjadi tiga, yaitu masa permulaan, kemajuan dan
kemunduran.
1.
Masa permulaan
a)
Jabir Ibnu Hayyan (778). Ia adalah dokter
pertama dunia Islam yang menghasilkan buku-buku kedokteran sebanyak 500 buah
(Kimia, Biologi dan Fisika). Buku yang masih menjadi referensi kedokteran
dewasa ini adalah “Book of the
Composition al Chemy” (1144) dan “Book
of Seventy” (1187).
b)
Hunayn bin Ishaq; Ia adalah Dokter sekaligus
seorang Filsafat. Ia menter-jemahkan buku-buku Filsafat (Aristoteles dan Plato)
dan 130 buah ilmu pengobatan dari Gallen. Kegiatan penterjemahan tersebut
dilanjutkan oleh kedua anaknya; Ishaq dan Hubaisy. Karya-karya yang terkenal
adalah “Materia Medica” yang merupakan komentar dari buku karya Bioscurides,
dan Question of Medicine (komentar terhadap buku kedokteran Gallen).
c)
Abu Ishak Al Kindi; Ia seorang Filosof Arab
pertama, juga seorang Dokter Islam yang terkenal. Ia ahli dalam pengobatan Mata
sebagaimana dalam buku “Optics” (Ilmu mata) yang menjadi referensi pemikiran
Roger Bacon.
2.
Masa kemajuan
a)
Ar Razi / Razes (Bagdad, 251-313 H/865-925 M.). Ia
seorang dokter, sekaligus ahli Kimia yang diseganai. Karya-karyanya adalah Small-pax and Measless (Ilmu Campak dan
Kolera), al Hawi (buku yg merupakan inti sari ilmu Kedokteran Yunani, Syiria
dan Arab) dan Al Kimya (buku yang berisi tentang pembagian benda-benda kimia
dan nama-nama zat Kimia). Buku Ilmu Campak dan Kolera, telah dicetak ulang
sebanyak 40 kali.
b)
Ishak Yuda (Tunisia, 241-344 H/855-955 M.). Karya-karya
yang terkenal adalah Contentine the
African (1080), On Fevers
(Penyakit malaria), On the Elements
(memuat anasir/unsur kimia) dan buku On
Urine (Kencing Batu).
c)
Ikhwanus Shafa (Bagdad. Abad 10 M). Karyanya
yang terkenal adalah Ency-clopaedia Kedokteran (52 Jilid). Buku tersebut
diterjemahkan bangsa Eropa dengan judul Breteren
of Pority.
d)
Abu Nasr Al
Farabi (Filosof Islam yang paling Faham terhadap pemikiran Aristoteles).
Karya-karyanya yang terkenal dalam bidang kedokteran adalah Kunci Ilmu (Key of Sciences) 976 yang ditulis ulang
oleh Muhammad al Khawarizmi dan buku Fihrist al Ulum (Indec of Sciences) 988, yang ditulis ulang oleh Ibnu Nadim.
e)
Abu Ali
al-Hasan ibn al-Haitsami atau Al Hazen (Basrah, 355-424
H/960-1034 M). Ia adalah ahli penyakti mata sebagaimana yang ditulis dalam buku
“Optics” (Ilmu Mata) dan “Light” (Ilmu yang mengkaji pengaruh cahaya
terhadap mata). Ia terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata
mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti
kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata kita.
f)
Ibnu Shina, dianggap sebagai Dokter yang paling
berbakat di dunia Islam. Buku-bukunya menjadi Referensi Kedokteran sampai saat
ini, misalnya Qonun Fi Ath Thib (Conon of
Medicine).
g)
Al Bairuni (363-450 H/973-1048 M).
3.
Masa Kemunduran Islam
Pada masa kemunduran
ini, ilmu kedokteran di Timur tidak banyak menghasilkan karya (Buku Dokter)
yang terkenal, akan tetapi di Barat lahir seorang Filosof sekaligus ahli
pengobatan yaitu Ibnu Rusyd (Averros).
d.
Ilmu Kimia
Ilmu
kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum
muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Hal ini
merupakan suatu perbaikan yang tegas dari cara spekulasi yang ragu-ragu dari
Yunani. Mereka melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan
kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan untuk mencari
kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan diantara
tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan.
e.
Ilmu Hisab
Diantara
ilmu yang dikembangkan pada masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau
matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintahan untuk
menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus
dihitung denga tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan
gedung-gedung dan sebagainya.
Ilmuwan
yang ahli dalam bidang ilmu hisab ini antara lain:
a)
Jabir al Isbily; menemukan cara perhitungan yang
disebut dengan “Al Jabar”.
b)
Al Khawarizmi (835); menemukan sistem angka dan
perhitungan matematik, ia juga ahli dalam bidang al Jabar dan Aritmatika.
c)
Al Battani’ atau
Albatagnius menciptakan istilah
perhitungan Trigonometri dengan unsur-unsur, seperti Sine (Jaib), Tangen dan
Contangent.
d)
Omar al Khayyam, penemu persamaan kubik dan
persamaan derajat.
e)
Umar al Farukhan – arsitek pembangunan kota
Bagdad.
f)
Banu Nusa – ahli dibidang ilmu ukur.
f.
Sejarah
Pada
masa ini sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu, misalnya
sejarah hidup nabi Muhammad. Ilmuwan dalam bidang ini adalah Muhammad bin
Sa’ad, Muhammad bin Ishaq
g.
Ilmu Bumi
Ahli
ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M,
khususnya dalam studynya mengenai bidang kawasan arab.
h.
Astronomi
Ilmu
astronomi atau perbintangan berkembang dengan baik, bahkan sampai mencapai
puncaknya, kaum muslimin pada masa bani Abbasiyah mempunyai modal yang terbesar
dalam mengembanngkan ilmu perhitungan. Mereka menggodok dan mempersatukan
aliran-aliran ilmu bintang yang berasal atau dianut oleh Yunani, Persia, India,
Kaldan. Dan ilmu falak arab jahiliyah. Diantara para ahli ilmu astronomi pada
masa ini adalah:
1.
Al Fazzari, ia adalah seorang astronom yang
menemukan “Astrolobe” (alat pengukur tinggi dan gerak bintang).
2.
Yunus al Misri; penemu Jam/alat pembagian waktu
(Jam, Menit, dan Detik)
3.
Nasiruddin Ath Thusi (1274). Ia dikenal sebagai
seorang astronom dengan bakat yang luar biasa. Dalam hidupnya, ia menulis
sebanyak 16 buah buku astronomi dan 14 buku Matematika. Yang paling istimewa
adalah buku Quadri Lateral yang menjadi dasar trigonometry, plenometry dan
sperical. Khusus dalam bidang Ilmu perbintangan, ia membuat Observatorium
Maragha (Asia kecil), membuat jadwal baru yang disebut dengan “Ilkhanian”, dan
membuat Cincin pengukur gerhana Matahari dan Bulan serta Katulistiwa.
4.
Abu Wafa’, Seseorang
menemukan jalan ketiga dari bulan, jalan kesatu dan kedua telah ditemukan oleh
ilmuwan yang berkebangsaan Yunani . Ia
juga seorang
pakar yang menciptakan trigonometry, ruang sudut dan ruang penuh serta dasar
perhitungan yang lain.
5.
Al Farghany (el Fraganus); menciptakan
Compendium.
i.
Seni Sastra
Pada masa
ini lahir pujangga dan penyair yang sangat besar. Karya-karya sastra yang
sampai sekarang menjadi legenda adalah Alfu
Laila Wa Laila dengan pujangganya yang sangat terkenal Abu Nawas.
D. Lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti
Abbasiyah
Diantara bangunan-bangunan atau sarana untuk penndidikan
pada masa Abbasiyah yaitu:
1.
Madrasah yang terkenal
ketika itu adalah madrasah Annidzamiyah, yang didirikan oleh seorang perdana
menteri bernama Nidzamul Mulk (456-486M). Bangunan madrasah tersebut tersebar
luas di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.
2.
Kuttab, yakni tempat
belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
3.
Majlis Munadharah,
tempat pertemuan para pujangga, ilmuan, para ulama, cendikiawan dan para
filosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yangmereka geluti.
4. Darul Hikmah, gedung perpustakaan pusat.[4]
Lembaga
pendidikan tersebut dibagi kedalam dua jenis, yaitu pendidikan non formal dan
pendidikan formal.
1. Lembaga Pendidikan Non Formal
Adapun lembaga-lembaga pendidikan islam yang sebelum kebangkitan
madrasah pada masa klasik, adalah:
a.
Suffah.
Pada masa Rasulullah
SAW, suffah adalah suatu tempat yangdipakai untuk aktivitas pendidikan biasanya
tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang
tergolong miskindisini para siswa diajari membaca dan menghafal al-qur’an
secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi,
dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar
menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.
b.
Kuttab atau maktab.
Kuttab atau maktab
berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan
kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana
dilangsungkan kegiatan tulis menulis.
Bahkan dalam
perkembangan kuttab dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan
pengetahuan non agama (secular learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama
(religius learning). Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat
dikatakan bahwa kuttab pada awal perkembangan merupakan lembaga pendidikan
yang tertutup dan setelah adanya persentuhan dengan peradaban helenisme menjadi
lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk
filsafat.
c.
Halaqah.
Halaqah artinya
lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disinidilaksanakan dimana murid dan
meringkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan,
membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang
lain. Kegiatan dihalaqah ini tidak khusus untuk megajarkan atau mendiskusikan
ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
d.
Majlis.
Istilah majlis telah
dipakai dalam pendidikan sejak abad pertamaislam, mulanya ia merujuk pada arti
tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya
disaat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi
dimana aktivitas pengajaran atau berlangsung. Seiring dengan perkembangan
pengetahuan dalam islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu
pengetahuan sebagai majlis banyak ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7
(tujuh) macam majlis, sebagai berikut: a) Majlis al-hadits; b) Majlis al-tadris; c) Majlis al-manazharah d)
Majlis muzakarah; e) Majlis al-syu’ara f) Majlis al-adab; g) Majlis al-fatwa
dan al-nazar.
e.
Masjid
Semenjak berdirinya di
zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai
masalah kaum muslimin, baik yangmenyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun,
yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Perkembangan masjid
sangat signifikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, terlebih lagi
pada saat masyarakat islam mengalami kemajuan. Urgensi masyarakat terhadap
masjid menjadi semakin kompleks, hal ini menyebabkan karakteristik masjid
berkembang menjadi dua bentuk yaitu mesjid sebagai tempat sholat jum’at atau
jamidan masjis biasa.Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan
tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-penjabat pemerintah,
seperti,qodhi, khotib dan iman masjid.
f. Khan
Khan biasanya
difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai
sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti, khan al Narsi yang
berlokasi di alun-alun Karkh di Bagdad.
g.
Ribarth.
Ribath adalah tempat
kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan
mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah.
h.
Rumah Ulama.
Rumah sebenarnya bukan
temapat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun para ulama di zaman
klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar
mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
i. Toko-toko buku dan perpustakaan.
Toko-toko buku memiliki
peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya memang hanya
manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan
berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu.
Disamping took buku, perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan
transfer keilmuan islam.
j. Rumah sakit.
Rumah sakit pada zaman
klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang
sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhungan dengan perawatan
dan pengobatan. Pada masa itu, percabaan dalam bidang kedokteran dan
obat-obatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran dan obat-obatan cukup pesat. Rumah
sakit juga merupan tempat praktikum sekolah kedoteran yang didirikan diluar
rumah sakit, rumah sakit juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan .
k.
Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal
badui)
Badiah merupakan sumber
bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap mempertahankan keaslian dan
kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu badiah-badiah menjadi pusat untuk
pelajaran bahasa arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak khalifah,
ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi ke badiah-badiah dalam
rangka mempelajari bahasa dan kesusastraan arab. Dengan begitu badiah-badiah telah
berfungsi sebagai lembaga pendidikan.[5]
2. Lembaga Pendidikan Non Formal
a.
Madrasah
Beberapa
paradigma dapat digunakan dalam memandang sejarahdan motivasi pendirian
madrasah. Paling tidak ada 3 teori tentang timbulnya madrasah:
1.
Madrasah selalu dikaitkan dengan nama Nidzam al-Mulk
(W. 485H/1092 M), salah seorang wajir dinasti saljuk sejak 456 H/1068 M sampai
dengan wafatnya, dengan usahanya membangun madrasah Nizhamiyah diberbagai kota
utama daerah kekuasaan saljuk begitu dominannya peran Nidzam al-Mulk adalah
orang pertama yangmembangun madrasah.
2.
Menurut al-makrizi, ia berasumsi bahwa madrasah
pertama adalah madrasah nizhamiyah yang didirikan tahun 457 H.
3.
Madrasah sudah eksis semenjak awal islam seperti
bait al-hikmahyang didirikan Al-Makmun di Bagdad abad ke-3 H.
Dari
informasi diterima diatas dapat diketahui bahwa madrasahyang pertama di
Nisyapur. Namun demikian, madrasah itu kurang dikenal mengingat motivasi
pendirian madrasah itu sendiri pada waktu itu masih bersifat ahliyah
(keluarga) berdasarkan wakaf keluarga dan sejarah barumencatat sesuatu bila
telah menjadi fenomena yang meluas. Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam
bentuk madrasah merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan
yang pada awalnya berlangsung di masjid-masjid.
Disisi
lain, syalabi mengemukakan bahwa perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi
secara tidak langsung, menurutnya madrasah sebagai konsekuensi logis dari
semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah. Agar
tidak kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar yang dikenal
madrasah. Dengan berdirinya madrasah, maka pendidikan islam
mesasuki periode baru. Yaitu pendidikan menjadi fungsi bagi negara dan
madrasah-madrasah dilembagakan untuk tujuan pendidikan sektarian dan indoktrinasi
politik.
Meskipun
madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran didunia islam baru timbul
sekitara abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa sejak awal perkembangannya islam
tidak mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Pada awal telah berdiri
madrasah yang menjadi cikal bakal munculnya madrasah nizamiyah, madrasah
tyersebut berada diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur, misalnya
madrasah al- baihaqiyah, madrasah sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di
Khusan.
a)
Madrasah Nizamiah, didrikan oleh Nizam al Mulk,
perdana menteri Saljuk pada tahun 1065 M – 1067 M. Pada tiap-tiap kota Nizam al
Mulk mendirikan satu madrasah besar, di antaranya di Baghdad, Balkh, Naisabur,
Harat, Asfahan, Basran, Marw, dan Mausul. Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad adalah
madrasah yang terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam al Mulk mendirikan
madrasah-madrasah itu adalad untuk menperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan
untuk menyiarkan madzhab keagamaan pemerintahan. Madrasah Nizamiah Baghdad,
Madrasah ini didirikan di dekat pinggir sungai Dijlah, di
tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad pada tahun 457 H. Guru-guru madrasah ini
diantaranya Abu Ishaq as Syiraji (guru tetap), Abu Nasr as Sabagh, Abul Qasim
al `Alawi, Abu Abdullah al –Thabari, Abu Hamid al Ghazali, Radliyudin al
Kazwaeni dan al Fairuz Abadi. Rencana pengajaran adalah ilmu syari`ah dan ilmu
fiqh dalam 4 madzhab.
b)
Madrasah Nuruddin Zinki, didirikan oleh Nuruddin
Zinki di Damaskus. Madrasah-madrasah yang didirikannya yaitu madrasah an
Nuriyah al Qubra di Damaskus (563 H). Gedung madrasah terdiri dari iwan (aula
tempat kuliah), masjid, tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat tinggal
pesuruh madrasah, kamar kecil, dan lapangan. Madrasah lainnya yaitu madrasah
yang didirikan pada masa al Ayubi dan madrasah al Mustansiriah di Baghdad
(Irak) tahun 631 H. Madrasah al Mustansiriah didirikan oleh khalifah Abasyi al
Mustansir Billah pada tahun 631 H. Ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu ilmu al
Qur`an, syari`ah, bahasa Arab, kedokteran, dan ilmu pasti.
b.
Perguruan
Tinggi;
a) Baitul
Hikmah di Baghdad, didirikan pada amasa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian
diperbesar oleh khalifah al Ma`mun (198-218 H). Pada Baitul Hikmah bukan saja
diajarkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu
alam, kimia, falaq, dan lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang
menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan
Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli
falaq, dan pencipta ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir,
seorang ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falaq. Di baitul Hikmah dikumpulkan
buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab,
Yunani, Suryani, Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan
peneropong bintang yang disebut peneropong al Ma`muni. Setelah wafat al Ma`mun,
maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.
b) Darul
`Ilmi di Kairo. Didirikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimi di pinggir sungai
Nil untuk menyaingi Baitul Hikmah di Baghdad. Menurut keterangan al Makrizi,
bahwa Darul `Ilmi didirikan di kampung al Kharun Fusy dengan perintah al Hakim
Biamrillah al Fathimi. Ilmu yang diajarkan di antaranya; ilmu agama, falaq,
kedokteran, dan berhitung.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti
Abbasiyah bediri diawali dengan dua strategi, yaitu: pertama, dengan system mencari pendukung dan penyebaran ide secara
rahasia. Kedua, dilanjutkan dengan
terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Dinasti
Abbasiyah yang berlanjut dengan peperangan melawan Dinasti Umawiyah. Dari dua
strategi ini, akhirnya yang akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Dinasti
Abbasiyah pada tahun 132 H.
2. Perkembangan Pendidikan Agama Islam pada Masa
Dinasti Abbasiyah
Pengembangan
ilmu pengetahuan keagamaan antara lain:
a.
Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini
adalah: a) Imam Bukhari (kitab al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari); b) Imam Muslim (kitab
al-Jami’ al-shahih al-muslim); c) Ibnu Majjah (Sunan Ibnu Majah); d) Abu Daud
(Sunan Abu Dawud); e) At-Tirmidzi, (Sunan at-Tirmizi); f) An-Nasa’i.
b.
Ilmu Tafsir
Tokoh-tokoh mufassir pada masa Dinasti
Abbasiyah adalah imam al-Thabary, al-sud’a muqatil bin Sulaiman.
c.
Ilmu Fiqih
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada
masa pemerintahan Abbasiyah, Yaitu: a) Imam Abu Hanifah (700-767 M); b) Imam Malik
(713-795 M); c) Imam Syafi’i (767-820 M); dan d) Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
d.
Ilmu Tasawuf
Ilmuwan tasawuf pada zaman Dinasti Abbasiyah, di antaranya adalah: a) Al
Qusyairi b) Syahabuddin; c) Imam Ghazali,; d) Dzu al-Nun Al-Mishri; e) Surri
al-Saqathi; f) Abu Yazid al-Bustami; g) Al-Junaidi; h) Al-Kharraj; i) Al-Hallaj.
3. Perkembangan
Ilmu-Ilmu Non Keislman pada Masa Dinasti Abbasiyah
Bidang-bidang
ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain: a) Filsafat (Philosophia);
b) Ilmu Kalam; c) Ilmu Kedokteran; d) Ilmu Kimia; e) Ilmu Hisab; f) Sejarah; g)
Ilmu Bumi; h) Astronomi; i) Seni.
4. Lembaga Pendidikan
pada Masa Dinasti Abbasiyah
a. Lembaga Pendidikan Non Formal
Adapun lembaga-lembaga pendidikan islam yang sebelum
kebangkitan madrasah pada masa klasik, adalah: 1) Suffah;
2) Kuttab atau maktab; 3) Halaqah; 4) Masjid; 5) Khan; 6) Ribarth; 7) Rumah –
Ulama; 8) Toko-toko buku dan perpustakaan; 9) Rumah sakit; 10) Badiah (padang
pasir, dusun tempat tinggal badui).
b. Lembaga Pendidikan Formal
1.
Madrasah
a)
Madrasah
Nizamiah Baghdad
b)
Madrasah Nuruddin Zinki
2.
Perguruan Tinggi
a)
Baitul Hikmah di Baghdad
b)
Darul `Ilmi di Kairo.
B. Saran-Saran
Dari penjelasan di atas
kita sebagai umat Islam dapat mengambil pelajaran. Sebuah sistem yang teratur
akan menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian
dinasti Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam sebuah negara yang
dikuasai suatu dinasti yang menomorduakan mereka.
Selain itu dari sejarah
kekuasaan dinasti Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita
rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kita
yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman dinasti
Abbasiyah dahulu.
[1]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.65-66.
[2]Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hal.66.
[3]Darsono dan T. Ibrahim, Tonggak
Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT. Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2006),
hal. 20-25.
[4]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung: CV Amirco, 1994), hal. 25-263
[5]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam , (Jakarta: PT. Raja Grafika Persada,
2004), hal. 32-34.
[6]Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Hida Karya Agung, 1992), hal. 90.
Komentar